fikes.umsida.ac.id – Diabetes Tipe II kini bukan hanya menjadi momok kesehatan global, tetapi juga tantangan besar di Indonesia.
Baca Juga: Temu Putih untuk Percepat Penyembuhan Pasca Bedah Melalui Riset FIKES Umsida
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo ( Fikes Umsida), Miftahul Mushlih bersama timnya menghadirkan sebuah pendekatan inovatif dalam mendeteksi risiko diabetes tipe II lebih awal melalui teknik biomolekuler PCR-RAPD (Polymerase Chain Reaction – Random Amplified Polymorphic DNA). Riset ini tidak hanya menjelaskan hubungan antara faktor genetik dengan risiko diabetes, tetapi juga menunjukkan potensi pengembangan diagnostik berbasis genetik di masa depan.
Diabetes Tipe II dan Urgensi Deteksi Dini Berbasis Genetik
Diabetes Melitus Tipe II (T2DM) merupakan gangguan metabolik akibat resistensi insulin. Data dari International Diabetes Federation tahun 2020 mencatat bahwa 463 juta orang di dunia hidup dengan diabetes tipe II, dan lebih dari separuhnya tidak menyadari bahwa mereka mengidap penyakit ini. Salah satu tantangan utama dalam pengendalian T2DM adalah faktor genetik yang sulit dilacak melalui metode pemeriksaan umum. Oleh karena itu, riset ini mencoba menelusuri kemungkinan perbedaan genetis melalui PCR-RAPD untuk menemukan “jejak DNA” khas penderita diabetes.
Penelitian ini dilakukan pada 60 responden, terdiri dari 30 penderita T2DM dan 30 individu sehat, yang berasal dari berbagai klinik di Sidoarjo. Metode PCR-RAPD digunakan untuk mengekstraksi DNA, lalu dianalisis menggunakan primer A18 yang menghasilkan 17 pita DNA berbeda. Dari hasil tersebut, dua pita—319bp dan 18434bp—menunjukkan perbedaan signifikan antara kelompok penderita dan non-penderita diabetes.
PCR-RAPD dan Temuan Polimorfisme Genetik pada T2DM
Metode PCR-RAPD dikenal sebagai teknik yang efisien untuk mengidentifikasi variasi DNA secara cepat dan murah. Dalam studi ini, pita DNA sepanjang 319bp dan 18434bp menjadi fokus karena menunjukkan perbedaan frekuensi paling mencolok. Pita 319bp ditemukan pada 53,3% individu sehat dan hanya 26,6% penderita diabetes. Sementara itu, pita 18434bp muncul lebih banyak pada penderita diabetes (73,3%) dibandingkan individu sehat (36,6%).
Perbedaan ini menunjukkan adanya potensi polimorfisme genetik yang dapat digunakan sebagai indikator awal risiko T2DM. Meskipun masih perlu penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi gen spesifik yang terlibat, temuan ini menjadi titik awal penting dalam pengembangan metode deteksi dini berbasis DNA di Indonesia.
Teknik ini juga menunjukkan bahwa pendekatan berbasis genetik bukan hanya dimiliki oleh negara maju. Dengan dukungan infrastruktur laboratorium dan kolaborasi riset lintas disiplin, inovasi ini bisa diterapkan dalam layanan kesehatan primer di daerah.
Arah Baru Deteksi Diabetes: Sinergi Genetik dan Preventif Komunitas
Dari sudut pandang pelayanan kesehatan, riset ini sangat penting dalam mendukung program promotif dan preventif. Mendeteksi risiko diabetes tipe II sebelum gejala muncul dapat menghemat biaya kesehatan jangka panjang, mempercepat intervensi gaya hidup, dan mencegah komplikasi serius.
Dosen Fikes Umsida, Miftahul Mushlih, menekankan bahwa hasil riset ini juga dapat menjadi dasar bagi pengembangan screening genetika masyarakat, khususnya di daerah dengan prevalensi diabetes tinggi. Selain itu, pendekatan PCR-RAPD bisa dimanfaatkan untuk penelitian penyakit lain yang berkaitan dengan faktor keturunan seperti hipertensi, penyakit jantung, dan obesitas.
Baca Juga: Sectio Caesarea dan Pemulihan Nyeri: Acupressure LI 4 & HT 7 Sebagai Terapi Non-Obat yang Ampuh
Dari aspek edukatif, riset ini juga memperkuat posisi Fikes Umsida sebagai institusi yang berorientasi pada inovasi berbasis kebutuhan lokal. Diharapkan hasil penelitian ini menjadi inspirasi bagi mahasiswa, peneliti muda, dan tenaga kesehatan untuk terus menggali potensi pendekatan bioteknologi dalam layanan kesehatan masyarakat.
Selain itu, riset ini menjadi terobosan penting dalam bidang deteksi dini diabetes Tipe II berbasis genetika. Dengan mengidentifikasi pita DNA khas pada penderita dan non-penderita, teknik PCR-RAPD membuka jalan bagi pendekatan medis yang lebih personal, preventif, dan presisi. Ke depannya, inovasi semacam ini diharapkan dapat diadopsi lebih luas dalam sistem pelayanan kesehatan nasional.
Sumber: Miftahul Mushlih
Penulis: Novia