leukosit

Pemeriksaan Leukosit dan Monosit Terbukti Efektif Bedakan Febris Infeksi dan Non Infeksi

D4TLM.umsida.ac.id – Diagnosis febris (demam) pada anak-anak memerlukan pendekatan laboratorium yang akurat. Sebuah penelitian dari dosen Teknologi Laboratorium Medis (TLM) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Fikes Umsida) Syahrul Ardiansyah S Si M Si membuktikan bahwa pemeriksaan jumlah leukosit dan monosit dapat menjadi indikator pembeda antara febris akibat infeksi dan febris non-infeksi.

Baca Juga : Potensi Ekstrak Daun Kersen sebagai Antidiabetes Alami yang Aman Jarang di Ketahui

Hasil ini penting untuk mendukung pengambilan keputusan medis yang tepat tanpa bergantung sepenuhnya pada gejala klinis yang kerap tumpang tindih.

Dengan desain eksperimental laboratorik dan melibatkan 60 pasien anak berusia 0–5 tahun di RS Siti Khodijah Sepanjang, penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan signifikan kadar leukosit dan monosit pada pasien febris infeksi dibanding non-infeksi.

Data ini mendukung pentingnya pemanfaatan pemeriksaan hematologi dalam praktik klinis, sekaligus menegaskan kontribusi Prodi TLM Fikes Umsida dalam penelitian medis berbasis bukti.

Pemanfaatan Leukosit Sebagai Penanda Awal Febris Infeksi
Leukosit
Sumber : AI

Leukosit atau sel darah putih memiliki peran utama dalam sistem imun tubuh. Dalam kondisi febris yang disebabkan infeksi seperti tifoid, pneumonia, atau meningitis jumlah leukosit biasanya meningkat sebagai respon terhadap kehadiran patogen.

Pada penelitian ini, rata-rata jumlah leukosit pasien febris infeksi mencapai 11.425 sel/μL, sedangkan pada pasien febris non-infeksi hanya 7.465 sel/μL.

Hasil uji statistik menggunakan T-Test menunjukkan nilai signifikansi p = 0,000, yang berarti terdapat perbedaan bermakna antara kelompok infeksi dan non-infeksi. Kenaikan leukosit terjadi karena aktivasi respons imun tubuh, di mana sitokin memicu pelepasan sel dari sumsum tulang untuk memerangi mikroorganisme penyebab penyakit.

Perbedaan ini menjadi sinyal penting dalam evaluasi awal pasien anak yang mengalami demam. Dalam kasus infeksi yang berat, seperti sepsis atau demam berdarah, pemantauan jumlah leukosit membantu mengidentifikasi fase progresif penyakit. Oleh karena itu, parameter leukosit dapat dijadikan alat bantu diagnostik untuk menentukan rujukan atau tindak lanjut medis lebih lanjut.

Monosit sebagai Indikator Proses Imun Aktif Terhadap Infeksi

Selain leukosit, parameter monosit juga menunjukkan perbedaan mencolok antara kedua jenis febris. Rata-rata jumlah monosit pada pasien febris infeksi mencapai 15,3%, sementara pada pasien non-infeksi hanya sekitar 12,3%. Uji T-Test menunjukkan nilai p = 0,003, artinya terdapat perbedaan bermakna antara keduanya.

Monosit memiliki fungsi fagositosis terhadap patogen, debris jaringan mati, dan zat asing. Ketika infeksi terjadi, monosit akan bermigrasi menuju jaringan yang terinfeksi dan bertransformasi menjadi makrofag, yang menjadi garda terdepan dalam pertahanan tubuh.

Aktivitas ini secara tidak langsung juga memicu pelepasan sitokin dan pirogen endogen, yang kemudian menyebabkan demam.

Dalam praktik laboratorium, peningkatan kadar monosit pada pasien demam dapat menjadi indikator infeksi aktif, terutama pada anak-anak yang memiliki sistem imun belum sempurna.

Oleh karena itu, parameter ini sangat relevan digunakan dalam skrining awal untuk menilai penyebab demam, terutama pada balita yang cenderung rentan terhadap infeksi.

Evaluasi Limfosit dan Neutrofil Perlu Konteks Klinis Tambahan

Sementara leukosit dan monosit menunjukkan perbedaan signifikan, hal ini tidak terjadi pada parameter limfosit dan neutrofil. Rata-rata jumlah limfosit pada pasien febris infeksi adalah 35,8% dan non-infeksi sebesar 32,5%, dengan nilai signifikansi p = 0,482 (tidak signifikan). Demikian pula neutrofil, dengan rata-rata 58,6% pada infeksi dan 54,8% pada non-infeksi, menunjukkan nilai p = 0,287.

Hasil ini menunjukkan bahwa meskipun limfosit dan neutrofil berperan dalam respons imun, perbedaan kadarnya tidak cukup untuk membedakan jenis febris secara statistik. Kemungkinan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk jenis patogen, durasi infeksi, atau kondisi imun pasien. Oleh karena itu, dokter dan tenaga laboratorium perlu menggunakan kedua parameter ini sebagai pelengkap, bukan indikator utama.

Secara biologis, limfosit akan lebih aktif dalam infeksi virus jangka panjang, sedangkan neutrofil berperan dalam infeksi bakteri akut. Namun dalam kasus febris anak usia dini, peningkatan kedua sel ini sering kali masih dalam batas fisiologis, sehingga analisis statistiknya tidak selalu mencerminkan perbedaan klinis yang nyata.

Baca Juga : Ekstrak Daun Kelor dan Daun Tin Terbukti Efektif Bunuh Jentik Nyamuk Aedes aegypti

Penelitian yang dilakukan oleh dosen TLM Fikes Umsida menggarisbawahi pentingnya pemeriksaan laboratorium dalam membedakan penyebab febris infeksi dan non-infeksi, khususnya melalui parameter leukosit dan monosit.

Peningkatan kedua sel darah putih ini terbukti signifikan secara statistik dan dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam diagnosis awal serta penentuan penanganan pasien.

Dengan desain riset yang kuat dan metode analisis valid, studi ini tidak hanya memperkuat kompetensi laboratorium klinik di lingkungan Prodi Teknologi Laboratorium Medik Fikes Umsida, tetapi juga memberikan kontribusi nyata pada peningkatan layanan kesehatan berbasis data. Ini menjadi bukti bahwa riset dosen dan mahasiswa di lingkungan Fikes Umsida terus menjawab tantangan kesehatan masyarakat secara ilmiah dan aplikatif.

Sumber : Syahrul Ardiansyah

Penulis : Novia