TLM.umsida.ac.id – Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Fikes Umsida) telah berhasil mengungkap potensi besar kulit mangga (Mangifera indica L.) varietas apel dalam menghambat pertumbuhan bakteri penyebab jerawat. Penelitian ini menjadi sorotan di bidang kesehatan karena berhasil menemukan alternatif pengobatan alami yang lebih aman dibandingkan dengan antibiotik sintetis, yang sering kali menyebabkan resistensi bakteri dan efek samping bagi kesehatan, Rabu (04/09/2024).
Jerawat (Acne vulgaris) merupakan salah satu masalah kulit yang paling umum terjadi, ditandai dengan peradangan kronis pada pori-pori kulit. Penyebabnya sangat bervariasi, mulai dari faktor genetik, jenis kulit, hingga infeksi bakteri seperti Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis, dan Staphylococcus aureus. Pengobatan jerawat biasanya dilakukan dengan menggunakan antibiotik seperti Eritromisin dan Klindamisin, namun penggunaan jangka panjang dari antibiotik sintetis ini dapat menyebabkan resistensi bakteri serta efek samping lainnya, seperti iritasi kulit dan kerusakan organ internal.
Baca juga: Keberhasilan Program Studi D4 TLM UMSIDA, Raih 100% Kelulusan Uji Kompetensi
Dalam studi yang dipublikasikan di Medicra Journal of Medical Laboratory Science Technology pada Juli 2021, Vifin Putri Rahmawati dan Chylen Setiyo Rini dari Umsida melakukan pengujian terhadap kulit mangga varietas apel yang diperoleh dari pasar induk Larangan, Sidoarjo. Penelitian ini bertujuan untuk melihat potensi antibakteri dari kulit mangga tersebut dalam menghambat pertumbuhan dua jenis bakteri penyebab jerawat, yakni Pseudomonas aeruginosa dan Propionibacterium acnes, dengan menggunakan metode maserasi dan infusa.
Proses Penelitian dan Metode Ekstraksi
Kulit mangga yang digunakan dalam penelitian ini diolah menjadi ekstrak dengan dua metode, yaitu maserasi dan infusa. Maserasi dilakukan dengan merendam kulit mangga dalam etanol 96% selama 24 jam dan diulang sebanyak tiga kali untuk mendapatkan konsentrasi senyawa yang optimal. Ekstrak yang dihasilkan kemudian diuji melalui metode difusi sumuran untuk mengukur daya hambatnya terhadap bakteri. Sementara itu, metode infusa dilakukan dengan memanaskan kulit mangga dalam air pada suhu 90°C selama 15 menit.
Pengujian antibakteri dilakukan dengan menempatkan ekstrak kulit mangga pada sumuran media yang telah diinokulasi dengan bakteri. Zona bening yang terbentuk di sekitar sumuran menunjukkan adanya aktivitas antibakteri, yang diukur untuk menentukan efektivitas ekstrak dalam menghambat pertumbuhan bakteri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak maserasi pada konsentrasi 100% memberikan hasil yang signifikan. Ekstrak ini mampu menghasilkan zona hambat sebesar 17,9 mm terhadap Pseudomonas aeruginosa dan 13,2 mm terhadap Propionibacterium acnes. Kedua bakteri ini dikenal sebagai penyebab utama jerawat yang sering kali sulit diatasi hanya dengan perawatan kulit biasa.
Sebaliknya, metode infusa tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Tidak ada aktivitas antibakteri yang terdeteksi pada konsentrasi apapun, bahkan hingga konsentrasi 100%. Hal ini mungkin disebabkan oleh metode ekstraksi infusa yang kurang efektif dalam menarik senyawa aktif yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Senyawa-senyawa antibakteri yang ada dalam kulit mangga, seperti alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin, lebih banyak terserap dalam proses maserasi, yang menggunakan pelarut etanol dan berlangsung lebih lama.
Manfaat Pemanfaatan Kulit Mangga
Penelitian ini menegaskan bahwa limbah kulit mangga, yang sering kali hanya dibuang sebagai sampah, sebenarnya memiliki nilai ekonomi dan kesehatan yang besar. Kulit tersebut, mengandung senyawa aktif alami dengan kandungan antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan daging buahnya. Hal ini disebabkan karena kulit buah berfungsi sebagai pelindung alami bagi bagian dalam buah dari serangan mikroorganisme dan faktor eksternal lainnya.
Manfaatnya adalah sebagai bahan antibakteri alami sangat penting, terutama di tengah meningkatnya kekhawatiran akan resistensi bakteri akibat penggunaan antibiotik sintetis yang berlebihan. Dengan mengembangkan produk perawatan kulit berbasis ekstrak kulit mangga, industri kosmetik dan kesehatan dapat menawarkan solusi alami yang lebih aman dan ramah lingkungan.
Selain itu, pemanfaatan kulit mangga juga dapat mengurangi limbah organik. Di Indonesia, sekitar 12-15% dari limbah domestik berupa kulit buah dan sayuran, termasuk kulit mangga. Dengan mengolah limbah ini menjadi produk yang bermanfaat, tidak hanya masalah kesehatan yang dapat diatasi, tetapi juga masalah lingkungan.
Baca juga: Apasih Aktivitas Semester Akhir Mahasiswa Fikes Umsida?
Penelitian yang dilakukan oleh Umsida ini membuka peluang besar bagi pengembangan produk-produk kesehatan berbasis bahan alami. Kulit mangga varietas apel yang diolah dengan metode maserasi terbukti efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri penyebab jerawat, sehingga dapat digunakan sebagai bahan dasar produk perawatan kulit.
Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengoptimalkan teknik ekstraksi dan menguji efektivitasnya pada skala yang lebih besar, serta mengevaluasi keamanannya untuk penggunaan jangka panjang. Dengan demikian, diharapkan produk-produk berbasis ekstrak kulit mangga ini dapat dikembangkan lebih lanjut dan menjadi alternatif pengobatan yang efektif, aman, dan berkelanjutan.
Potensi dari penelitian ini sangat besar, terutama dalam upaya untuk menghadirkan solusi kesehatan yang tidak hanya efektif, tetapi juga ramah lingkungan. Pemanfaatan limbah kulit mangga menjadi produk bernilai tambah dapat menjadi langkah penting dalam mendukung ekonomi sirkular di Indonesia, yang mengedepankan pengurangan limbah dan pemanfaatan kembali bahan-bahan yang biasanya dibuang.
Sumber: Chylen Setiyo Rini The Potential of Mango (Mangifera inficaL.) Peels of Apple Varieties By Infusion And Maceration In Inhibiting Pseudomonas aeruginosa And Propionibacterium acnes
Penulis: Ayunda H